Rabu, 10 Juni 2009

Revitalisasi Pendidikan Indonesia


Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 1999, bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya.Dalam hal ini tujuan pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa telah mendorong berbagai pihak yang terkait untuk memperbaiki kinerja pendidikan, karena melalui pendidikan dapat dipertahankan hasil –hasil pembangunan yang telah tercapai, selain itu pendidikan juga harus mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar global.

Tuntutan normantif yang begitu tinggi terhadap pendidikan khususnya pendidikan tinggi, menunujukkan betapa pentingnya misi pendidikan tinggi. Sebagai sub-sistem dari sistem pendidikan nasional, perguruan tinggi mengemban misi untuk mengembangkan seluruh kepribadian manusia melalui kekuatan penalaran individu sebagai salah satu kekuatan utamanya, sehingga kelulusannya akan memiliki intellectual intellegence, emotional intellegence, dan spiritual intellegence.

Tantangan yang demikian, maka sudah sepatutnya perguruan tinggi memiliki sumber daya manusia yang tidak saja profesional tetapi juga bermutu yang dapat membangun kepercayaan masyarakat untuk bersama – sama menghadapi persoalan yang semakin kompleks.

Agar perguruan tinggi dapat bertahan dan bersaing, pengelola harus memiliki pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas pengelolaan. Untuk dapat memperoleh hal tersebut, banyak faktor yang harus dibenahi seperti peningkatan kualitas diri, baik yang menyangkut kognitif maupun afektif. Jadi perhatian khusus pada kualitas pengelola sebagai pelaksana utama dalam proses pendidikan, karena kualitas lulusan akan banyak ditentukan oleh kualitas pengelolanya.

Praktek pendidikan dari waktu ke waktu seyogianya dikaji ulang uintuk menaksir apabila praktik itu masih relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Bisa saja terjadi apa yang kita yakini benar dan merupakan warisan para leluhur kita, tidak lagi relevan. Agar pendidikan tetap fungsional bagi kehidupan, perlu dilakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi pendidikan adalah upaya yang terencana agar pendidikan betul-betul memiliki vitalitas (daya yang terbarukan). Untuk mengubah status quo menjadi status yang lebih bernalar dan bermanfaat bagi masyarakat secara kolektif. Sesungguhnya revitalisasi itu berproses secara berkesinambungan dan bertahap, yaitu pemahaman, kebijakan, dan pelaksanaan.

(Proses) Pemahaman merujuk kepada kesadaran objektif ihwal praktik pendidikan yang diyakini mutakhir dan benar secara keilmuan.

Selama ini temuan-temuan itu kurang tersosialisasikan karena berbagai alasan. (1) Karya tulis yang dilakukan para mahasiswa/wi magister dan doktoral seperti tesis dan disertasi pada umumnya hanya dibaca dosen pembimbing, dosen penguji, dan mahasiswa sekampus, sedangkan khalayak luas hampir tidak mengetahuinya disebabkan tidak dipublikasikan secara luas melalui web site kampusnya. (2) penulis tesis dan disertasi setelah lulus magister atau doktor pada umumnya merasa telah menyelesaikan tugasnya tanpa mencoba untuk mengaplikasikan temuannya pada fakta yang ada. (3) publik secara keseluruhan dan pembuat kebijakan pada umumnya belum terbiasa berkunjung ke perpustakaan dikarenakan kurangnya informasi yang didapat serta ruangan yang tidak nyaman. (4) para penulis tesis dan disertasi pada umumnya tidak mampu berkomunikasi tulis secara populer.

(Proses) Kebijakan bagi sekelompok orang mungkin saja dianggap tidak bijak karena terlampau umum sehingga tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus pendidikan di lapangan. Kebijakan nasional pendidikan bersifat umum, disiapkan sekelompok orang, dan akhirnya disahkan oleh para politisi yang mungkin saja lebih bernurani politik daripada bernurani pendidikan. Karena bersifat umum, maka kebijakan akan diberi tafsir secara berbeda oleh guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan sebagainya.

Revitalisasi pendidikan dimulai dengan rasa ingin tahu dari seseorang, diikuti keberaniannya unutk menguji coba metode atau teknik baru, tahan uji dan bantingan dari, sejawat ”Pesaing” yang meragukan metode atau teknik itu, telaten mendokumentasikan hasil uji coba, dan sabar menyosialisasikannya secara berulang-ulang. Lama-lama metode atau teknik itu akan menjadi praktik dan kebijakan kolektif dalam unit terkecil.

(Pelaksanaan) Revitalisasi itu bermula pada unit kecil ihwal fenomena spesifik, maka temuan studi-studi kasus seyogianya mengilhami pada pendidik untuk memulai upaya revitalisasi. Pelaku studi kasus bertujuan memahami fenomena pendidikan secara kasuistik, mendalam, tuntas, dan holistik. Ia akrab bahkan ”basah kuyup” oleh data lapangan. Temuan studi kasus tidak untuk digeneralisasi, tetapi untuk memperoleh pemahaman yang mantap. Jadi, studi kasus bukan kebijakan umum sangat tepat menjadi titik berangkat revitalisasi di unit terkecil.

(Fakta dilapangan) Selama ini penilaian kinerja dosen dilakukan oleh atasan ( Ketua Jurusan danDekan), padahal kita tahu bahwa mahasiswa jauh lebih tahu dari ketua jurusan dan dekan ihwal perilaku dosen dikelas. Mengapa tidak mencoba mekanisme baru, guru dievaluasi muridnya dan dosen dievaluasi mahasiswanya?

Sebuah studi kasus mencoba mekanisme ini. Dua kelas ekonomi diminta mengevaluasi tiga orang dosen pada satu bidang studi . Melalui survei dan wawancara dengan siswa diketahui dosen yang terbaik., baik dan kurang baik menurut persepsi siswa. Dalam beberapa hal, kriteria dari siswa dan ketua jurusan dan dekan berbeda. Misalnya, dosen terbaik menurut siswa bukan dosen yang paling banyak hadir dan mencatat dikelas, tetapi dosen yang selalu memotivasi siswa dan ramah serta memberi contoh contoh yang konkrit sehingga siswa tidak takut bertanya.

Temuan ini pun memperkaya pemahaman kita ihlwa profesionalisme dosen di mata siswa. Barangkali kita sudah saatnya menerapkan mekanisme penilaian dengan melibatkan siswa. Penilaian siswa terhadap dosennya seyogianya merupakan bagian dari peningkatan kualitas pendidikan. Ini pun contoh langkah berani revitalisasi pendidikan .

(Fakta dilapangan) Selama ini mayoritas dosen hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia tidak produktif menulis buku ajar, padahal di antara mereka ada yang lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi. Ini menunjukkan bahwa tingginya IPK tidak menjamin keterampilan menulis.

Berdasarkan studi ini, dapat dipertimbangkan sebuah kebijakan bahwa persyaratan untuk menjadi dosen adalah mampu menulis buah karyanya untuk dipahami dan dikritisi terbuka lewat publikasinya untuk suatu kesempurnaan. Dengan kebijakan ini kualitas dosen Indonesia akan membaik. Ini pun merupakan langkah berani dari revitalisasi pendidikan.

Fakta di atas hanyalah contoh kecil. Sesungguhnya banyak mata hati kita ihwal kebenaran-kebenaran kasuistik yang tak terduga. Bisa jadi kebenaran itu mengancam posisi, harga diri, dan prestasi kolega terdekat. Revitalisasi pendidikan-pendidikan pada umumnya yang berbasis studi kasus seperti tergambar diatas seyogianya menjadi way of life dari semua insan pada semua lini pendidikan, bukan sebagai respons musiman terhadap gertakan pihak luar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Revitalisasi pendidikan yang merupakan keniscayaan dalam dunia yang terus menerus diberondong berbagai perubahan.

Hal lain yang dapat kita amati adalah

Dalam konteks kepemimpinan di pendidikan, yang dimaksud pemimpin adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan yang berada pada semua level organisasi pendidikan. Bagaimanapun juga, fungsi kepemimpinan akan menjadi motor penggerak yang akan mempengaruhi anggota, yaitu para dosen dan pegawai, agar bekerja secara sukarela sehingga mereka mau menampilkan kinerja tinggi untuk mencapai kinerja organisasi yang tinggi pula.

Kinerja pimpinan memerlukan kompetensi, karenanya untuk mencapai kinerja yang tinggi, pemimpin harus memiliki karakter khusus yang terkait erat dengan efektivitas atau superioritas dalam pekerjaannya. Potensi kinerja seseorang harus disatukan dengan sumber dayanya, kemudian individu tersebut harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan organisasi dimana dia berada. Tetapi perilaku berkinerja tinggi bukan saja ditentukan oleh kemampuan ( kompetensinya) saja, tetapi juga motivasi dan komitmennya agar tujuannya berhasil/ tercapai. Artinya betapapun seseorang yang memiliki kemampuan yang cukup sesuai dengan kebutuhan jabatannya, tetapi jika dia tidak termotivasi dan mempunyai komitmen terhadap tugasnya, maka kinerja yang tinggi tidak akan tercapai.

Sebuah perguruan tinggi hanya akan mengalami perubahan dalam menciptakan lulusan yang berkualitas melalui kepemimpinan yang berhasil. Lembaga pendidikan yaitu perguruan tinggi yang memiliki kinerja yang tinggi harus dipimpin oleh rektor, dekan, direktur, ketua yang memiliki visi tentang lembaganya. Pimpinan yang menyampaikan visi, menampilkan peran, mengunakan otoritas, mampu mengembangkan rasa percaya diri, dan mendelegasikan tanggung jawab akan memunculkan komitmen terhadap sasaranorganisasi.

Komitmen terhadap tugas harus merupakan sikap utama dari pemimpin untuk berhasilnya perguruan tinggi. Untuk itu harus ada pemimpin yang mau menyediakan waktu yang lebih banyak untuk memimpin, membuat rencana, mengembangkan ide –ide baru, dan mampu bekerja sama denga semua pihak serta bersedia mengambil resiko dari keputusan-keputusannya

Revitalisasi pendidikan diharapkan memunculkan perubahan yang berkesinambungan dan bermakna. Ini akan tercapai jika Yayasan dan dewan dosen memahami bersama problem yang ada dan perubahan apa yang sebaiknya dilakukan dalam unit terkecil. Untuk itu, demi revitalisasi, seorang pembaharu harus rajin melakukan kaji tindak (action : research), yang temuannya akan mengilhami cara untuk mengubah teknik atau praktik pendidikan demi perbaikan mutu pendidikan

Sabtu, 09 Mei 2009

Penguasaan Lingkungan Bisnis Yang Tidak Pasti Dengan Pendekatan Manager Abad 21





ABSTRAK

Sebuah organisasi yang diberikan bukan pada ahlinya maka organisasi itu akan redup dan mati dengan sendirinya. Untuk itu di tengah tuntutan abad 21 yang makin kompetitif kita membutuhkan manager yang mengetahui medan tepur lingkungan bisnis yang tidak pasti. Lingkungan bisnis masa depan adalah lingkungan yang penuh ketidakpastian.

Hal ini menyebabkan tingkat ketidakpastian dan ketidakefektifan rencana strategis

perusahaan meningkat. Dalam kaitan ini kunci kepemimpinan mendatang adalah

kepemimpinan bervisi ke depan. Visi itu sendiri diperlukan sebagai pemicu

perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga dapat mengendalikan perusahaan di

tengah-tengah gejolak lingkungan bisnis yang tidak pasti.



PENDAHULUAN

Setiap kemampuan dalam kepemimpinan harus melekat erat pada seorang manajer, apapun ruang lingkup dan tanggung jawabnya. Karena, tanpa kemampuan memimpin, lebih-lebih dalam hal manajemen sumber daya manusia, tidak mungkkin seorang manajer berhasil baik dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Sikap dan gaya serta perilaku kepemimpinan manajer sangat besar pengaruhnya terhadap organisasi yang dipimpinnya, bahkan dapat berpengaruh terhadap produktivitas organisasi perusahaan. Kepemimpinan harus melekat pada seorang manajer karena pada dasarnya, memang kepemimpinan tersebut merupakan inti daripada manajemen. Sedangkan, inti dari kepemimpinan itu sendiri adalah “human-relations” atau “hubungan antara manusia”. Sehingga dengan demikian, maka baik-buruknya manajemen, tergantung pada baikburuknya kepemimpinan. Sedangkan baik-buruknya kepemimpinan tersebut amat tergantung kepada baik-buruknya “human-relations” daripada diri pemimpin-pemimpin ataupun manajer-manajer yang menjalankan kepemimpinan tersebut sendiri. Oleh karena itulah, antara pemimpin dan kepemimpinan perlu pembahasan tersendiri, yang jelas mempunyai kaitan erat dengan berhasil-tidaknya manajemen. Kepemimpinan nyata sekali merupakan motor penting bagi sumber-sumber dan alat-alat suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh mutu kepemimpinan yang dimiliki oleh orangorang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi yang bersangkutan. Seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan.

PENGERTIAN PEMIMPIN

Suatu organisasi dengan sumber daya manusianya yang makin luas pandangannya, makin tinggi kemampuannya dan semakin kritis terhadap situasi lingkungan, benar-benar rumit. Untuk itu diperlukan suatu pembagian tugas yang tepat dan jelas, sehingga dalam tujuan organisasi, benar-benar tercermin adanya keterkaitan yang harmonis antara bagianbagian organisasi. Masing-masing bagian harus mengetahui dengan penuh pengertian dan kesadaran, bahwa aktivitas bagian tersebut merupakan bagian dari aktivitas organisasi keseluruhan. Hal itu hanya mungkin apabila masing-masing bagian dalam organisasi tersebut ditangani oleh manajer-manajer yang memiliki kualifikasi kepemimpinan yang tepat sesuai dengan yang diperlukan, atau dengan kata lain, oleh manajer-manajer yang berperilaku sebagai pemimpin-pemimpin. Makin tinggi tingkatnya, makin tinggi pula persyaratan bagi pemimpin yang bersangkutan. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok. Diharapkan seorang manajer adalah seorang pemimpin, namun seorang pemimpin belum tentu menjadi seorang manajer. Hal itu perlu benar-benar dipahami sehingga tidak begitu saja disamakan antara “pemimpin” dan “manajer”. Dapat saja terjadi seorang manajer berperilaku sebagai seorang pimpinan, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Namun demikian belum tentu seorang pemimpin juga menjadi seorang manajer sebab seorang manajer melaksanakan fungsinya dalam kaitan suatu birokrasi, yang dibatasi oleh aturan-aturan birokrasi, sedangkan seorang pimpinan tidak perlu dibatasi oleh aturan-aturan birokrasi.

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Apa yang dimaksudkan dengan istilah “kepemimpinan”? Karena kepemimpinan itu adalah inti daripada manajemen, sedangkan inti kepemimpinan adalah “human relations”, maka kepemimpinan dapat diberi definisi sebagai berikut: “keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama”. Kepemimpinan yang baik perlu dikembangkan dan dipelihara sebaik-baiknya, karena manajemen yang berhasil bergantung pada adanya kepemimpinan yang baik.

PEMIMPIN ABAD 21

Mutu kepemimpinan, mutu sumber daya manusia, dan mutu jalinan mitra kerja adalah tiga hal yang perlu diperhatikan oleh pemimpin di masa-masa mendatang. Pemimpin puncak akan menghadapi tiga tantangan yang tidak ada kaitan dengan harta perusahaan, yaitu mutu kepemimpinan, mutu sumber daya manusia, dan mutu jalinan mitra kerja. Pemimpin yang benar akan mengembangkan kepemimpinan yang terpencar dan beragam. Kepemimpinan harus dibagi agar kekuatan tanggung jawab bersama mencuat. Pemimpin membangun sumber daya manusia, tim, dan staf yang mencerminkan

banyaknya ragam masyarakat dan lingkungan, hingga para pelanggan dan mereka yang terkait akan menyadari sendiri saat mereka melihat organisasi yang sangat aneka ragam di masa depan. Pemimpin yang benar akan mempertahankan visi masa depan organisasi dan dengan setengah memaksa mengobarkan semangat yang dibutuhkan untuk membangun perusahaan. Pemimpin memobilisasi orang-orang di sekitar misi organisasi, memantapkan suatu kekuatan dalam masa depan yang tidak menentu di masa depan. Makna sosial terpenting dari pemimpin masa depan adalah cara mereka menghayati totalitas kepemimpinan, tidak sekadar memasukkan “organisasi saya” tetapi juga menjangkau ke luar dinding organisasi. Pemimpin yang bijaksana akan merangkul semua yang terlibat dalam lingkaran yang mengitari perusahaan, organisasi, orang, dan masyarakat.

Pemimpin Efektif

Menurut Suhardi (1983), orang yang ingin mencapai mutu sebagai pemimpin efektif di abad 21 harus memiliki sifat dan sikap STAF (Sidiq atau jujur; Tabligh atau berani menyampaikan kebenaran, termasuk kepada diri sendiri; Amanah atau terpercaya; dan Fatonah atau tidak gampang berubah pendirian). Selain itu, mereka juga harus menjalankan enam program penting, yaitu: 1. Selalu memberi peringatan/mengingatkan diri sendiri, dan orang lain, agar bangkit dengan sempurna, penuh semangat, dan percaya diri untuk melaksanakan tugas dan kewajiban demi tujuan jangka panjang. Dengan kata lain, pemimpin efektif harus memiliki visi dan misi yang jelas. 2. Selalu mengagungkan kebesaran Tuhan. Ini adalah motto seorang pemimpin efektif. Motto ini akan tercermin dalam setiap perkataan, sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil, sehingga seorang pemimpin akan merasa lebih kuat dan mampu menghadapi tantangan, karena telah menyerahkan diri sepenuhnya ke tangan-Nya. 3. Pemimpin efektif harus membersihkan hati, jiwa, pikiran, tubuh, sikap, tindakan, ucapan, dan budi pekertinya. 4. Pemimpin efektif adalah orang yang berani meninggalkan berhala yang selama ini disembahnya. 5. Pemimpin efektif melakukan tugas dan tanggung jawabnya tanpa pamrih. 6. Pemimpin efektif adalah orang yang tahu diri dan bisa bersabar. Seorang pemimpin yang efektif membawa kelompok dari keadaan nyata ke kondisi ideal. Karena itu, mereka di atas lingkungan, bukan hanyut terbawa arus kecenderungan umum.

Watak Pemimpin

Ada beberapa karakteristik watak abad 21, yaitu:

1. Kejujuran

2. Keadilan

3. Pemahaman diri

4. Spiritualitas yang non-dogmatis

5. Kerja sedikit tetapi hasil banyak

6. Mengakui kelebihan orang lain

7. Naluri humor

8. Visi yang terjangkau dan fokus yang jelas

9. Disiplin yang tidak biasa

10. Keseimbangan

Atribut Pemimpin

Handy (1996) memberikan petunjuk mengenai atribut yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin masa depan. Ada tiga atribut yang perlu dimiliki oleh pemimpin agar

ia memperoleh wewenang dari pengikutnya:

1. Pemimpin perlu memiliki keyakinan diri yang kuat, namun harus diimbangi dengan

kemampuan untuk mempertanyakan kembali keyakinannya tersebut.

2. Pemimpin perlu memiliki kegairahan terhadap pekerjaannya, namun harus diimbangi

dengan kesadaran terhadap dunia lain.

3. Pemimpin perlu mencintai orang, namun harus diimbangi dengan keberanian untuk

berjalan dalam kesendirian.

Kepimimpinan yang Memiliki Visi ke Depan (Visionary Leadership)

Visi dapat dipelajari, dibentuk dan dikembangkan dan menjadi sangat penting untuk menentukan arah perusahaan di masa yang akan dating. Visi merupakan perpaduan antara pemikiran analitis intuitif didasarkan pada cara pandang yang baru terhadap lingkungan yang terus berubah dan membayangkan pencapaian tujuan organisasi jauh ke depan. Melalui cara ini akan membantu menciptakan ide-ide baru bisnis. Menurut Hammel dan Prahalad (1994) pemikiran analitis dan intuitif akan memberi ruang gerak dalam meraih pangsa peluang (opportunity share) di masa depan. Visi perlu diterjemahkan de dalam perusahaan guna meningkatkan kinerja bisnis. Bila visi bersumber dari manajemen puncak, maka penyebaran visi dapat dijembatani melalui penciptaan tim yang menangani implementasi visi (Galpin, 1996) atau melalui Middle- Up-down Management (Nonaka, 1995). Visi top, middle, dan lower management perlu diwadahi, dikomunikasikan, dan disosialisasikan menjadi satu visi dari seluruh organisasi. Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership) yang dapat mengerahkan komitmen perubahan visi diagnosis permasalahan bisnis, berbagi visi tentang bagaimana mengatur dan mengelola perusahaan demi persaingan, mendorong konsensus terhadap visi baru, memperluas revitalisasi pada seluruh departemen, pelembagaan perubahan melalui kebijakan formal, memonitor dan memperbaiki strategistrategi dalam merespon permasalahan.

Ciri-ciri dari visionary leadership adalah sebagai berikut (Aditiawan, 1997):

1. Focused leadership

Para pemimpin yang efektif berfokus pada beberapa visi utama. Oleh karena lingkungan bisnis sudah demikian kompleks dan mengglobal, dalam melakukan perubahan manajemen di lingkungan perusahaan dapat difokuskan pada aspek strategi, operasi, budaya dan kompensasi.

2. Interpersonal skill

Keahlian perlu dikomunikasikan untuk memperoleh masukan dari pihak lain demi

pengembangan keahlian dan dapat memberi manfaat bagi kemajuan bersama. Yang perlu dihindari adalah pemanfaatan keahlian untuk keuntungan diri sendiri dengan merugikan kepentingan perusahaan atau orang lain. Perilaku ini disebut opportunity behavior yang berimplikasi pada meningkatnya biaya transaksi sehingga perusahaan menjadi kurang kompetitif.

3. Trustworthiness

Pemimpin dapat mengambil posisi yang jelas dan berupaya menghindari keengganan, penolakan dan kejutan masa depan yang mengarah pada perilaku disfungsional sehingga berakibat terhadap rendahnya kinerja karyawan dalam perusahaan guna menggapai visi perubahan.

4. Respect for self and others

Pemimpin memiliki perhatian yang mendalam terhadap diri sendiri dan mereka yang dipimpin. Pemimpin yang visionary tidak cukup memiliki visi dan misi tetapi dalam mengoperasikan visi ia sungguh merasakan dan memahami kesulitan dan keinginan karyawannya. Salah satu caranya adalah memahami mereka secara empati.

5. Risk-taking

Pemimpin yang memiliki visi disyaratkan berani mengambil risiko dalam upaya menciptakan perubahan bisnis. Berarti semua hambatan peningkatan kinerja, pelayanan pada pelanggan dan status quo perlu dibongkar.

6. Bottom-line leadership

Pemimpin perlu memiliki kepercayaan diri dan yakin bahwa para karyawan di tingkat bawah dapat tampil beda berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dalam visi

bersama perusahaan.

7. Empowered leadership

Para pemimpin dapat memberdayakan yang lain dengan membuka ruang yang lebih luas bagi perbedaan pendapat menuju kesatuan visi.

8. Long-term vision

Visi kepemimpinan yang dibangun hendaknya menembus jangkauan waktu jauh ke depan melalui pemikiran analitis dan intuitif terhadap gejala-gejala yang terjadi di

depan.

9. Organization leadership

Kepempinan yang bervisi ke depan akan dapat membawa organisasi ke arah

perubahan.

10. Cultural leadership

Kepemimpin yang visionary dapat menciptakan, menyampaikan dengan jelas, dan berbagi visi dan nilai-nilai. Di samping itu, kepemimpinan seperti ini harus mampu dalam mengelola karyawannya yang multi-budaya. Di dalam mengembangkan visi reflektif, intuitif dan integrative setidaknya mengikuti sembilan langkah (Bennis, 1994) yaitu:

1. Perubahan lingkungan dan pandangan baru terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Visi reflektif perorangan.

3. Berbagi visi reflektif.

4. Visi intuitif perorangan yang didasari peningkatan intuisi, dan penerapan intuisi bagi

pengembangan visi.

5. Berbagi visi intuitif.

6. Visi yang terintegrasi berdasarkan berbagi visi reflektif dan intuitif.

7. Rencana tindakan.

8. Mengevaluasi rencana tindakan sebagai umpan balik bagi visi integrative dan realita

masa kini.

Kata kunci kepemimpinan mendatang adalah kepemimpinan bervisi ke depan. Visi itu sendiri diperlukan sebagai pemicu perubahan ke arah yang lebih baik, serta harus mampu merumuskan, mengkomunikasikan, dan menyebarkan visi agar bisa diterima oleh seluruh organisasi. Secara lebih sederhana, kata kunci yang perlu dicatat dalam konsep kepemimpinan di masa yang akan datang adalah kemauan dan kemampuan untuk suatu perubahan dalam merealisasikan visi (cita-cita dan mimpi indah). Pemimpin yang bagaimanakah yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan pada abad 21? Untuk menjawab itu, ciri-ciri abad 21 harus diperhatikan (Aditiawan, 1997):

1. Persaingan yang semakin ketat, di mana dalam hal ini perusahaan yang tidak berusaha untuk meningkatkan mutu produk dan sumber daya manusianya akan semakin tertinggal.

2. Ketidakpastian, yang pada masa depan akan seringkali menimbulkan kecemasan dan ketegangan, bahkan dapat pula menciptakan disorientasi. Kondisi ini dapat menggangu kesehatan sebuah organisasi bahkan organisasi yang sebenarnya mempunyai mutu sumber daya manusia yang memadai. Dalam hal ini peranan seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan untuk mengatur sumber daya yang ada.

3. Perubahan, yang senantiasa terjadi di dunia. Salah satu kekuatan yang menyebabkan perubahan adalah lingkungan organisasi. Perubahan lingkungan organisasi itu sendiri merupakan akibat dari peningkatan efektivitas teknologi informasi dan transportasi. Selain itu juga terdapat perubahan-perubahan dalam proses organisasi seperti dalam pengambilan keputusan, distribusi informasi, pemilikan informasi dan sebagainya. Untuk menghadapi masalah-masalah di atas, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang bervisi. Dengan visi seorang pemimpin dapat memberikan petunjuk mengenai ke mana orang-orang yang dipimpinnya harus melangkah. Dengan demikian semua tindakan yang dilakukan anggota-anggota organisasi haruslah merupakan cerminan atau turunan dari visi tersebut (Robbins, 1997). Pemimpin masa depan harus peka terhadap hubungan perseorangan, dengan lebih memberikan perhatian pada perlakuan masing-masing orang di unit organisasi, sekaligus memberikan bimbingan dan nasehat. Apabila perusahaan ingin merangsang budaya kerja yang innovatif, penilaian kinerja dan memotivasi pegawai professional tidak dapat lagi hanya dengan menekankan pada tanggung jawab dan deviasi dari target maupun standard kinerja. Yang jelas, seorang pemimpin yang visionary perlu memiliki keahlian dalam memimpin tim organisasi yang terdiri dari para tenaga profesional melalui pendekatan pribadi; memecahkan konflik yang timbul antar anggota organisasi; mendengarkan segala keluhan-keluhan; memberikan umpan balik dan melaksanakan teknik oral persuasian. Di samping keahlian berkomunikasi, kepemimpinan dalam era globalisasi menuntut lima jenis ketrampilan khusus yang sifatnya sangat kritis. Sebagaimana diajukan oleh White, Hodgson dan Crainer (1997), ketrampilan tersebut terdiri dari:

1. Difficult learning

Proses belajar merupakan kunci mengatasi kegagalan dalam berorganisasi. Proses belajar yang rumit dan sulit biasanya menuntut kreativitas, dan sangat sedikti para pesaing yang ingin terjun mengikuti proses “difficult learning”. Dalam organisasi yang belajar, setiap anggota organisasi akan didorong untuk dapat mengidentifikasikan apa yang belum mereka ketahui dan segala sesuatu yang belum didapatkan cara pemecahnya.

2. Maximizing energy

Yang dimaksud di sini bukan berarti seorang eksekutif puncak harus bekerja keras sampai larut malam. Upaya memaksimalkan energi tentunya lebih dari sekedar memeras tenaga fisik dari seorang pemimpin. Ketrampilan pemimpin yang diinginkan pada organisasi masa depan adalah mereka yang dapat mengeluarkan keputusan bisnis secara bermutu. Dia harus memiliki dorongan kuat keluar dari status quo masa kini, atau dari suatu pemecahan yang sifatnya kompromistis. Hasil optimal harus senantiasa menjadi target keputusan-keputusan yang dikeluarkannya, dengan antara lain menciptakan pendekatan-pendekatan atau metode serta teknik yang sama sekali baru.

3. Resonant simplicity

Dalam era teknologi, informasi dan komunikasi yang efektif dan jelas merupakan suatu tuntutan. Dengan data dan informasi yang mudah didapat, maka keahlian untuk berpikir dan berlogika secara sederana akan merupakan keunggulan dalam arena persaingan yang semakin ketat. Mengolah fakta dan menyajikan informasi secara benar merupakan kunci sukses untuk berkomunikasi pada era globalisasi.

4. Multiple focus

Fokus dalam suatu kegiatan muncul begitu saja dari suatu rencana strategis. Kejelasan visi, tujuan, dan kegiatan dari core business biasanya didapat setelah melalui proses yang tidak terfokus atau datang dari focus yang saling bertentangan dalam suatu organisasi perusahaan. Dalam kerangka organisasi masa depan kemungkinankemungkinan ini sering sekali timbul. Kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan teknik persuasive dalam mempengaruhi anggota organisasi untuk dapat berpikir dan bertindak secara terfokus menurut agenda kegiatan mereka, sangat dituntut pada era masa depan.

5. Mastering inner sense

Seorang pemimpin yang professional harus juga terlatih menggunakan kemampuan inner sense yang dimiliki dalam membuat keputusan-keputusan bisnis. Dalam kondisi yang tidak menentu dan keputusan harus dikeluarkan dengan cepat, maka peran inner sense semakin penting. Dengan kekuatan inner sense ini, seorang pemimpin akan berani mengambil risiko menempuh jalan keluar dari segala aturan birokrasi yang berlaku di perusahaan.

PENUTUP

Dengan menggambarkan ciri-ciri dari seorang pemimpin yang berwatak visionary, maka diharapkan pemimpin puncak perusahaan dapat menjadi siap menghadapi permasalahan-permasalahan manajerial dari organisasi perusahaan pada abad 21. Profesionalisme dalam kepemimpinan organisasi masa depan tidak cukup didapat dari sekadar memiliki “charisma” maupun kemampuan menggunakan kekuasaan, tetapi harus juga lebih luas. Dia harus memiliki visi yang jelas dan kemampuan mempengaruhi para pelaku serta mengelola organisasi secara manusiawi dan berkompeten. Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan suatu factor yang menentukan atas berhasil-tidaknya suatu organisasi atau usaha, sebab kepemimpinan yang sukses menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi berhasil dilaksanakan dengan sukses pula. In berarti bahwa pimpinan harus berhasil dalam tiga hal:

1. Mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba dalam proses pengelolaan organisasi.

2. Berhasil mengoreksi kelemahan-kelemahan yang timbul.

3. Sanggup membawa organisasi kepada sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Jelas kiranya, bahwa mengelola suatu organisasi termasuk didalamnya mengelola sumber daya manusia, diperlukan sekali prinsip-prinsip atau teori-teori manajemen, termasuk prinsip dan teori kepemimpinan.