Rabu, 10 Juni 2009

Revitalisasi Pendidikan Indonesia


Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 1999, bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya.Dalam hal ini tujuan pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa telah mendorong berbagai pihak yang terkait untuk memperbaiki kinerja pendidikan, karena melalui pendidikan dapat dipertahankan hasil –hasil pembangunan yang telah tercapai, selain itu pendidikan juga harus mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar global.

Tuntutan normantif yang begitu tinggi terhadap pendidikan khususnya pendidikan tinggi, menunujukkan betapa pentingnya misi pendidikan tinggi. Sebagai sub-sistem dari sistem pendidikan nasional, perguruan tinggi mengemban misi untuk mengembangkan seluruh kepribadian manusia melalui kekuatan penalaran individu sebagai salah satu kekuatan utamanya, sehingga kelulusannya akan memiliki intellectual intellegence, emotional intellegence, dan spiritual intellegence.

Tantangan yang demikian, maka sudah sepatutnya perguruan tinggi memiliki sumber daya manusia yang tidak saja profesional tetapi juga bermutu yang dapat membangun kepercayaan masyarakat untuk bersama – sama menghadapi persoalan yang semakin kompleks.

Agar perguruan tinggi dapat bertahan dan bersaing, pengelola harus memiliki pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas pengelolaan. Untuk dapat memperoleh hal tersebut, banyak faktor yang harus dibenahi seperti peningkatan kualitas diri, baik yang menyangkut kognitif maupun afektif. Jadi perhatian khusus pada kualitas pengelola sebagai pelaksana utama dalam proses pendidikan, karena kualitas lulusan akan banyak ditentukan oleh kualitas pengelolanya.

Praktek pendidikan dari waktu ke waktu seyogianya dikaji ulang uintuk menaksir apabila praktik itu masih relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Bisa saja terjadi apa yang kita yakini benar dan merupakan warisan para leluhur kita, tidak lagi relevan. Agar pendidikan tetap fungsional bagi kehidupan, perlu dilakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi pendidikan adalah upaya yang terencana agar pendidikan betul-betul memiliki vitalitas (daya yang terbarukan). Untuk mengubah status quo menjadi status yang lebih bernalar dan bermanfaat bagi masyarakat secara kolektif. Sesungguhnya revitalisasi itu berproses secara berkesinambungan dan bertahap, yaitu pemahaman, kebijakan, dan pelaksanaan.

(Proses) Pemahaman merujuk kepada kesadaran objektif ihwal praktik pendidikan yang diyakini mutakhir dan benar secara keilmuan.

Selama ini temuan-temuan itu kurang tersosialisasikan karena berbagai alasan. (1) Karya tulis yang dilakukan para mahasiswa/wi magister dan doktoral seperti tesis dan disertasi pada umumnya hanya dibaca dosen pembimbing, dosen penguji, dan mahasiswa sekampus, sedangkan khalayak luas hampir tidak mengetahuinya disebabkan tidak dipublikasikan secara luas melalui web site kampusnya. (2) penulis tesis dan disertasi setelah lulus magister atau doktor pada umumnya merasa telah menyelesaikan tugasnya tanpa mencoba untuk mengaplikasikan temuannya pada fakta yang ada. (3) publik secara keseluruhan dan pembuat kebijakan pada umumnya belum terbiasa berkunjung ke perpustakaan dikarenakan kurangnya informasi yang didapat serta ruangan yang tidak nyaman. (4) para penulis tesis dan disertasi pada umumnya tidak mampu berkomunikasi tulis secara populer.

(Proses) Kebijakan bagi sekelompok orang mungkin saja dianggap tidak bijak karena terlampau umum sehingga tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus pendidikan di lapangan. Kebijakan nasional pendidikan bersifat umum, disiapkan sekelompok orang, dan akhirnya disahkan oleh para politisi yang mungkin saja lebih bernurani politik daripada bernurani pendidikan. Karena bersifat umum, maka kebijakan akan diberi tafsir secara berbeda oleh guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan sebagainya.

Revitalisasi pendidikan dimulai dengan rasa ingin tahu dari seseorang, diikuti keberaniannya unutk menguji coba metode atau teknik baru, tahan uji dan bantingan dari, sejawat ”Pesaing” yang meragukan metode atau teknik itu, telaten mendokumentasikan hasil uji coba, dan sabar menyosialisasikannya secara berulang-ulang. Lama-lama metode atau teknik itu akan menjadi praktik dan kebijakan kolektif dalam unit terkecil.

(Pelaksanaan) Revitalisasi itu bermula pada unit kecil ihwal fenomena spesifik, maka temuan studi-studi kasus seyogianya mengilhami pada pendidik untuk memulai upaya revitalisasi. Pelaku studi kasus bertujuan memahami fenomena pendidikan secara kasuistik, mendalam, tuntas, dan holistik. Ia akrab bahkan ”basah kuyup” oleh data lapangan. Temuan studi kasus tidak untuk digeneralisasi, tetapi untuk memperoleh pemahaman yang mantap. Jadi, studi kasus bukan kebijakan umum sangat tepat menjadi titik berangkat revitalisasi di unit terkecil.

(Fakta dilapangan) Selama ini penilaian kinerja dosen dilakukan oleh atasan ( Ketua Jurusan danDekan), padahal kita tahu bahwa mahasiswa jauh lebih tahu dari ketua jurusan dan dekan ihwal perilaku dosen dikelas. Mengapa tidak mencoba mekanisme baru, guru dievaluasi muridnya dan dosen dievaluasi mahasiswanya?

Sebuah studi kasus mencoba mekanisme ini. Dua kelas ekonomi diminta mengevaluasi tiga orang dosen pada satu bidang studi . Melalui survei dan wawancara dengan siswa diketahui dosen yang terbaik., baik dan kurang baik menurut persepsi siswa. Dalam beberapa hal, kriteria dari siswa dan ketua jurusan dan dekan berbeda. Misalnya, dosen terbaik menurut siswa bukan dosen yang paling banyak hadir dan mencatat dikelas, tetapi dosen yang selalu memotivasi siswa dan ramah serta memberi contoh contoh yang konkrit sehingga siswa tidak takut bertanya.

Temuan ini pun memperkaya pemahaman kita ihlwa profesionalisme dosen di mata siswa. Barangkali kita sudah saatnya menerapkan mekanisme penilaian dengan melibatkan siswa. Penilaian siswa terhadap dosennya seyogianya merupakan bagian dari peningkatan kualitas pendidikan. Ini pun contoh langkah berani revitalisasi pendidikan .

(Fakta dilapangan) Selama ini mayoritas dosen hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia tidak produktif menulis buku ajar, padahal di antara mereka ada yang lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi. Ini menunjukkan bahwa tingginya IPK tidak menjamin keterampilan menulis.

Berdasarkan studi ini, dapat dipertimbangkan sebuah kebijakan bahwa persyaratan untuk menjadi dosen adalah mampu menulis buah karyanya untuk dipahami dan dikritisi terbuka lewat publikasinya untuk suatu kesempurnaan. Dengan kebijakan ini kualitas dosen Indonesia akan membaik. Ini pun merupakan langkah berani dari revitalisasi pendidikan.

Fakta di atas hanyalah contoh kecil. Sesungguhnya banyak mata hati kita ihwal kebenaran-kebenaran kasuistik yang tak terduga. Bisa jadi kebenaran itu mengancam posisi, harga diri, dan prestasi kolega terdekat. Revitalisasi pendidikan-pendidikan pada umumnya yang berbasis studi kasus seperti tergambar diatas seyogianya menjadi way of life dari semua insan pada semua lini pendidikan, bukan sebagai respons musiman terhadap gertakan pihak luar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Revitalisasi pendidikan yang merupakan keniscayaan dalam dunia yang terus menerus diberondong berbagai perubahan.

Hal lain yang dapat kita amati adalah

Dalam konteks kepemimpinan di pendidikan, yang dimaksud pemimpin adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan yang berada pada semua level organisasi pendidikan. Bagaimanapun juga, fungsi kepemimpinan akan menjadi motor penggerak yang akan mempengaruhi anggota, yaitu para dosen dan pegawai, agar bekerja secara sukarela sehingga mereka mau menampilkan kinerja tinggi untuk mencapai kinerja organisasi yang tinggi pula.

Kinerja pimpinan memerlukan kompetensi, karenanya untuk mencapai kinerja yang tinggi, pemimpin harus memiliki karakter khusus yang terkait erat dengan efektivitas atau superioritas dalam pekerjaannya. Potensi kinerja seseorang harus disatukan dengan sumber dayanya, kemudian individu tersebut harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan organisasi dimana dia berada. Tetapi perilaku berkinerja tinggi bukan saja ditentukan oleh kemampuan ( kompetensinya) saja, tetapi juga motivasi dan komitmennya agar tujuannya berhasil/ tercapai. Artinya betapapun seseorang yang memiliki kemampuan yang cukup sesuai dengan kebutuhan jabatannya, tetapi jika dia tidak termotivasi dan mempunyai komitmen terhadap tugasnya, maka kinerja yang tinggi tidak akan tercapai.

Sebuah perguruan tinggi hanya akan mengalami perubahan dalam menciptakan lulusan yang berkualitas melalui kepemimpinan yang berhasil. Lembaga pendidikan yaitu perguruan tinggi yang memiliki kinerja yang tinggi harus dipimpin oleh rektor, dekan, direktur, ketua yang memiliki visi tentang lembaganya. Pimpinan yang menyampaikan visi, menampilkan peran, mengunakan otoritas, mampu mengembangkan rasa percaya diri, dan mendelegasikan tanggung jawab akan memunculkan komitmen terhadap sasaranorganisasi.

Komitmen terhadap tugas harus merupakan sikap utama dari pemimpin untuk berhasilnya perguruan tinggi. Untuk itu harus ada pemimpin yang mau menyediakan waktu yang lebih banyak untuk memimpin, membuat rencana, mengembangkan ide –ide baru, dan mampu bekerja sama denga semua pihak serta bersedia mengambil resiko dari keputusan-keputusannya

Revitalisasi pendidikan diharapkan memunculkan perubahan yang berkesinambungan dan bermakna. Ini akan tercapai jika Yayasan dan dewan dosen memahami bersama problem yang ada dan perubahan apa yang sebaiknya dilakukan dalam unit terkecil. Untuk itu, demi revitalisasi, seorang pembaharu harus rajin melakukan kaji tindak (action : research), yang temuannya akan mengilhami cara untuk mengubah teknik atau praktik pendidikan demi perbaikan mutu pendidikan